Hi... Welcome to my blog. Bla..bla...bla... add your own words !
owner
Contact Me
credits
|
Zaman Megalitikum
Zaman Megalitikum (mega berarti besar dan lithikum atau lithos
berarti batu) disebut juga zaman batu besar. Hasil budayanya berupa
bangunan-bangunan besar yang berfungsi sebagai sarana pemujaan kepada
roh nenek moyang. Pada zaman ini
manusia sudah mengenal kepercayaan animisme dan dinamisme. Animisme merupakan
kepercayaan terhadap roh nenek moyang (leluhur) yang mendiami benda-benda,
seperti pohon, batu, sungai, gunung, senjata tajam. Sedangkan dinamisme adalah
bentuk kepercayaan bahwa segala sesuatu memiliki kekuatan atau tenaga gaib yang
dapat memengaruhi terhadap keberhasilan atau kegagalan dalam kehidupan manusia.
Dari hasil peninggalannya, diperkirakan manusia pada Zaman Megalitikum ini
sudah mengenal bentuk kepercayaan rohaniah, yaitu dengan cara memperlakukan
orang yang meninggal dengan diperlakukan secara baik sebagai bentuk
penghormatan.
1. Menhir
Menhir
adalah tugu atau batu yang tegak, yang sengaja di tempatkan di suatu
tempat untuk memperingati orang yang sudah meninggal. Batu tegak ini
berupa media penghormatan dan sekaligus lambang bagi orang-orang yang
sudah meninggal tersebut.
Menhir adalah batu yang serupa dengan dolmen dan cromlech, merupakan
batuan dari periode Neolitikum yang umum ditemukan di Perancis, Inggris,
Irlandia, Spanyol dan Italia. Batu-batu ini dinamakan juga megalith
(batu besar) dikarenakan ukurannya. Mega dalam bahasa Yunani artinya besar dan lith berarti batu.
Para arkeolog mempercayai bahwa situs ini digunakan untuk tujuan
religius dan memiliki makna simbolis sebagai sarana penyembahan arwah
nenek moyang.
2. Punden berundak
Punden
berundak merupakan bangunan yang di susun secara bertingkat-tingkat
yang di maksudkan untuk melakukan pemujaan terhadap roh nenek moyang,
bangunan ini kemudian menjadi konsep dasar bangunan candi pada masa
hindu-buddha.
Struktur dasar punden berundak ditemukan pada situs-situs purbakala
dari periode kebudayaan Megalit-Neolitikum pra-Hindu-Buddha masyarakat
Austronesia, meskipun ternyata juga dipakai pada bangunan-bangunan dari
periode selanjutnya, bahkan sampai periode Islam masuk di Nusantara.
Persebarannya tercatat di kawasan Nusantara sampai Polinesia, meskipun
di kawasan Polinesia tidak selalu berupa undakan, dalam struktur yang
dikenal sebagai marae oleh orang Maori. Masuknya agama-agama dari luar
sempat melunturkan praktik pembuatan punden berundak pada beberapa
tempat di Nusantara, tetapi terdapat petunjuk adanya adopsi unsur asli
ini pada bangunan-bangunan dari periode sejarah berikutnya, seperti
terlihat pada Candi Borobudur, Candi Ceto, dan Kompleks Pemakaman
Raja-raja Mataram di Imogiri.
3. Kubur batu
Bentuknya
mirip seperti bangunan kuburan seperti yang dapat kita lihat saat ini,
umumnya tersusun dari batu yang terdiri dari dua sisi panjang dan dua
sisi lebar. Sebagian besar kubur batu yang di temukan terletak membujur
dari arah timur ke barat.
Pada masa prasejarah ketika kebudayaan Megalitikum berkembang bahwa
kubur batu merupakan salah satu dari jenis peninggalan batu-batu besar
(megalit). Sedangkan sesuai dengan namanya fungsi dari kubur batu
sendiri sebagai tempat penguburan (stonecists) bagi orang-orang yang
dihormati di lingkungan masyarakat yang hidup pada masa megalit. Kubur
batu ini sudah dilakukan pengamanan dengan cara diberi pagar keliling
yang terbuat dari kayu dengan ukuran panjang 5,50 meter dan lebar 5
meter. Sedang bagian atas di beri cungkup seng dengan tiang penyangga
dari kayu dan pondasi semen.
4. Sarkofagus
Sejenis
kubur batu tetapi memiliki tutup di atasnya, biasanya antara wadah dan
tutup berukuran sama. Pada dinding muka sarkofagus biasanya diberi
ukiran manusia atau binatang yang dianggap memiliki kekuatan magis.
Sarkofagus sering disimpan di atas tanah oleh karena itu sarkofagus
seringkali diukir, dihias dan dibuat dengan teliti. Beberapa dibuat
untuk dapat berdiri sendiri, sebagai bagian dari sebuah makam atau
beberapa makam sementara beberapa yang lain dimaksudkan untuk disimpan
di ruang bawah tanah. Di Mesir kuno, sarkofagus merupakan lapisan
perlindungan bagi mumi keluarga kerajaan dan kadang-kadang dipahat
dengan alabaster
5. Dolmen
Dolmen
merupakan bangunan megalithik yang memiliki banyak bentuk dan fungsi,
sebagai pelinggih roh atau tempat sesaji pada saat upacara. Dolmen
biasanya di letakan di tempat-tempat yang dianggap keramat, atau di
tempat pelaksanaan upacara yang ada hubungannya dengan pemujaan kepada
roh leluhur.
Dolmen adalah sebuah meja yang terbuat dari batu yang berfungsi
sebagai tempat meletakkan saji-sajian untuk pemujaan. Adakalanya di
bawah dolmen dipakai untuk meletakkan mayat, agar mayat tersebut tidak
dapat dimakan oleh binatang buas maka kaki mejanya diperbanyak sampai
mayat tertutup rapat oleh batu. Hal ini menunjukan kalau masyarakat pada
masa itu meyakini akan adanya sebuah hubungan antara yang sudah
meninggal dengan yang masih hidup, mereka percaya bahwa apabila terjadi
hubungan yang baik akan menghasilkan keharmonisan dan keselarasan bagi
kedua belah pihak.
6. Arca batu
Arca
batu banyak di temukan di beberapa tempat di wilayah indonesia,
diantaranya pasemah, Sumatra Selatan dan Sulawesi Tenggara. Bentuknya
dapat menyerupai binatang atau manusia dengan ciri Negrito. Di Pasemah
ditemukan arca yang dinamakan Batu Gajah, yaitu sebongkah batu besar
berbentuk bulat diatasnya terdapat pahatan wajah manusia yang mungkin
merupakan perwujudan dari nenek moyang yang menjadi objek pemujaan.
Dalam agama Hindu, arca adalah sama dengan Murti (Dewanagari: मूर्ति), atau murthi, yang merujuk kepada citra yang menggambarkan Roh atau Jiwa Ketuhanan (murta).
Berarti “penubuhan”, murti adalah perwujudan aspek ketuhanan
(dewa-dewi), biasanya terbuat dari batu, kayu, atau logam, yang
berfungsi sebagai sarana dan sasaran konsentrasi kepada Tuhan dalam
pemujaan. Menurut kepercayaan Hindu, murti pantas dipuja sebagai fokus
pemujaan kepada Tuhan setelah roh suci dipanggil dan bersemayam
didalamnya dengan tujuan memberikan persembahan atau sesaji. Perwujudan
dewa atau dewi, baik sikap tubuh, atribut, atau proporsinya harus
mengacu kepada tradisi keagamaan yang bersangkutan.
7. Waruga
Waruga adalah kubur batu yang tidak memiliki tutup, waruga banyak ditemukan di situs Gilimanuk, Bali.
Waruga adalah kubur atau makam leluhur orang Minahasa yang
terbuat dari batu dan terdiri dari dua bagian. Bagian atas berbentuk
segitiga seperti bubungan rumah dan bagian bawah berbentuk kotak yang
bagian tengahnya ada ruang.
Label: Sejarah Indonesia
|
0 Komentar:
Posting Komentar